Intropeksi

MENGENAL DIRI SENDIRI

Sesungguhnya tugas utama manusia di dalam hidup ini adalah melahirkan dirinya sendiri. Tetapi, apa itu sebenarnya "Melahirkan diri sendiri ?" Sebuah pertanyaan yang menuntut suatu jawaban refleksif, dimana saya sebagai individu dipaksa untuk kembali melihat dan meneropong ke dalam diri saya: "Siapa sebenarnya saya?". Dan memang, menjadi manusia justru berarti menjadi seorang yang sadar akan diri; menjadi orang sadar akan siapa sebenarnya dirinya.

Sebuah Pertanyaan.
"Siapa saya ?", sebetulnya sebuah pertanyaan yang sangat mengherankan ? Bahwa saya yang sudah cukup berumur masih juga mau bertanya "Siapakah saya ini ?", pada hal saya adalah suatu kenyataan yang paling dekat pada diri saya. Dari lahir sampai saat ini, saya telah hidup dengan diri saya. Sungguh aneh......! kalau saya bertanya : Siapakah saya ini ?".
Namun, kalau pertanyaan ini timbul maka itu berarti bahwa saya sebenarnya belum mengenal diri saya.

Suatu Kenyataan.
Sebagaimana setiap cita-cita yang ingin dicapai membutuhkan suatu proses perjalanan yang panjang, demikian pula mewujudkan suatu cita-cita untuk menjadi diri sendiri, dapat digambarkan sebagai suatu proses pembebasan yang juga tentu berlangsung melalui suatu perjalanan yang yang terbilang panjang. Namun, pembe basan ini tidak terjadi dengan sendirinya secara otomatis tetap perlu usaha anda sendiri yang ampuh dan tidak gampang.

Tidak dapat disangkal bahwa setiap kelahiran tidak mungkin dipisahkan dari suatu kesakitan. Juga proses pembebasan diri pasti akan berjalan melalui suatu rasa tidak enak, suatu rasa sakit sebentar. Dan ini memang suatu kenyataan. Saya yang ingin berjalan maju untuk mencapai suatu hasil, harus terlebih dahulu mengenal diri saya, mengenal kemampuan-kemampuan diri saya. Pengenalan diri merupakan suatu kesadaran yang perlu ditumbuhkan melalui suatu refleksi diri yang terus menerus kendatipun ini tidak mudah.

Gambaran diri.
Tiap manusia pada waktunya memiliki "kesadaran aku". Ia mempunyai gambaran tentang dirinya sendiri, ia melihat tampang wajah jasmaninya, tetapi juga sifat-sifat rohaninya; demikian pula bakat-bakat pribadinya.
Berdasarkan gambaran dirinya, setiap orang membina cita-cita pribadinya. Ia merencanakan masa depannya. Ia melihat dan mencari kemungkinan-kemungkinan untuk merealisir dirinya. Ia mempelajari alternatif-alternatif untuk memekarkan bakat dan kemampuan-kemampuannya.
Ia menyusun konsep untuk menjadi "orang" menurut fahamnya tentang dirinya sendiri, dengan demikian, ia menghadapkan dirinya kepada rencana-rencana kongkrit tentang pemekaran dirinya, kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya ia tantang untuk menghadapi situasi yang penuh rangsangan dan tanda tanya. Ia mengkonfrontir dirinya demi kepentingan masa depan pribadinya.
Dari rencana dan khayalan, orang mulai terjun ke dalam kancah pelaksanaan, ia coba berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuannya sambil mengelakkan sebaik mungkin apa yang dapat menggagalkan rencananya. Orang mulai menginvestasi diri.

Investasi diri.
Investasi merupakan proses yang menjadi batu ujian bagi pribadi seseorang. Sambil berinvestasi, seseorang akan mendapat rupa-rupa pengalaman. Ia akan melihat apa tencananya tidak terlalu mengawang-awang, apa sasaran yang ingin dicapai berapa dalam jangkauan kemampuannya atau tidak. Ia akan merasakan betapa suasana lingkungan membantu atau menghambat aspirasinya.
Namun bagaimanapun juga, investasi diri, bagi tiap orang akan membawa hasil atau kegagalan, kendatipun dalam kadar yang berbeda-beda, pengalaman keberhasilan atau kegagalan dapat menjadi guru yang alim, yang mengejar seseorang sebagaimana mengadakan investasi dengan lebih baik. Akan tetapi juga penghasut yang menutup mata seseorang untuk perkembangan yang wajar selanjutnya.

Refleksi.
Semua yang disebutkan diatas itu tergantung dari refleksi terhadap pengalaman. Biasa dikatakan bahwa pengalaman mengajar kita. Rumusan itu sebenarnya kurang tepat. Yang mengajar kita bukan pengalaman yang dialami begitu saja, melainkan refleksi, pemikiran kembali, pengolahan kembali pengalaman dengan kepala dingin. Banyak orang mempunyai banyak pengalaman, tetapi sama sekali tidak belajar dari pengalaman tersebut, karena justru ia tidak pernah mengambil waktu untuk merenungkan kembali pengalaman itu dan menimbah hikmah daripadanya.
Selanjutnya, pengalaman yang dihayati dan ditinjau kembali, membawa orang kepada "persimpangan jalan". Ia bisa memilih jalan yang pertama, yakni melihat dengan teliti sejauh mana keberhasilan atau kegagalan yang disebabkan oleh keunggulan atau kelemahan dirinya, ia lalu sadar bahwa perhitungan mengenai kemampuan/ kelemahan dirinya keliru, kurang tepat dan karenyanya dapat ditingkatkan. Ia lalu meninjau kembali harga dirinya dan konsep akunya.
Sebaliknya, orang itu akan menjadi realistis dan berdasar realisme yang sehat ia lebih mampu memperhitung kan investasi diri dimasa yang akan datang.
Sebaliknya, pengalaman kegagalan bisa menyebabkan seseorang berlari kemekanisme pembelaan diri. Orang tersebut tidak mau menerima kegagalannya. Ia tidak mampu mencernakannya. Supaya mempertahankan harga dirinya, ia antara lain mencari alasan untuk meremehkan kegagalannya, untuk mengalihkan minatnya ke bidang lain,  dimana ia merasa bisa lebih berhasil. Namun kalau orang menggunakan terus menerus mekanisme pembelaan diri, maka ia mempertahankan konsep akunya yang defakto jauh dari kenyataan. Orang hidup dengan gambaran yang keliru. Keadaan dirinya yang benar ia tolak. Hal ini menyebabkan orang mengalami banyak kesulitan dalam pergaulan maupun dalam usaha. Sebab ia sebenarnya hidup dalam alam khayalan sendiri.

Sebuah harapan.
Dari apa yang diuraikan diatas dapat dilihat bahwa mengenal diri itu sebenarnya tidaklah mudah seperti yang biasa kita pikirkan. Refleksi yang merupakan kunci dasar untuk mengenal diri tidaklah cukup kalau toh refleksi itu tidak ditopang oleh pelaksanaan kongkrit dari apa yang  telah direfleksikan. Jadi, untuk mengenal diri sendiri misteri yang paling dekat dengan saya, saya harus terus menerus bergaul dengan diri saya, saya harus terus menerus melihat diri saya, saya harus terus menerus mendengarkan diri saya, saya membuat rencana untuk mengaktualisir diri saya menjadi seorang yang berarti di dalam hidup ini.
Pengalaman telah banyak sekali membuktikan kepada kita dalam menjalani kancah hidup yang penuh perjuangan ini, kita biasanya hidup "diluar kulit", kita bepergian dan keluar dari diri sendiri, kita tidak ada "dirumah". Kita seolah-olah dihisap oleh hal-hal yang mengelilingi kita, yang menyebabkan seluruh kekuatan kita berubah menjadi "sentrifugal", menjauhi pusat. Kita banyak menggunakan energi keluar, kita hilang dan tenggelam dalam bermacam ragam aktivitas di luar diri kita, sehingga terkadang kalau mengalami kegagalan kita langsung ditimbuni oleh rasa  putus asa, atau toh kalau kita memperoleh suatu keberhasilan, kita langsung berubah sikap menjadi seorang yang sombong, seorang yang sok tahu segala-galanya. Hal ini tentunya disebabkan karena kita tidak mengenal diri kita sendiri, sehingga tidak mengherankan kalau kita tidak sanggup mengetahui bahwa "saya adalah saya" karena itu, mengenal diri sendiri sangatlah perlu. Sebab dengan menge nal diri, saya dapat melahirkan diri saya.